ARTIKEL NARKOBA
Kasus Penyalahgunaan
Narkotika Ditinjau dari Ilmu Kesehatan Jiwa (Psikiatri)
Oleh: Dr. Murcuanto Diwanto
(psikiater)
A. PENDAHULUAN
1. Umum
Dengan
peningkatan keprihatinan dan kepedulian dari kalangan profesi ilmiah khususnya
kalangan Perguruan Tinggi atau Universitas terhadap masalah Penyalahgunaan
Narkotika, yang kini pada hari ini ditindaklanjuti dengan
sebuah seminar yang membahas masalah penyalahgunaan Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya, maka perlulah dikemukakan semacam pengantar
untuk menjadi bahan diskusi dalam membahas masalah tersebut.

Masalah
penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya tersebut pada
intinya adalah juga merupakan masalah yang menjadi perhatian khususnya dari
para sarjana kedokteran dan lebih khusus lagi para sarjana Kedokteran Jiwa.
(Psikiatri).
Untuk
maksud tersebut di atas, tulisan ini diajukan untuk menjadi bahan atau salah
satu materi diskusi dalam acara membahas masalah Penyalahgunaan Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya.
2. Pengertian
Obat
adalah suatu zat yang dapat mempengaruhi fungsi tubuh manusia yakni apabila
dimasukkan ke dalam tubuh manusia dan menurut petunjuk dokter. Pemakaian
obat-obatan untuk diri sendiri tanpa indikasi dan tidak bertujuan medis disebut
sebagai Penyalahgunaan Zat (drug abuse).
Tindakan
atau kasus tersebut merupakan perbuatan yang merugikan diri sendiri (karena
dapat menimbulkan ketergantungan zat, keracunan akut atau kematian dan
merugikan orang lain (karena si penyalahguna mampu mengganggu ketertiban dan
mempengaruhi orang lain agar mau seperti dirinya).
Pada
umumnya obat atau zat yang disalahgunakan adalah zat yang termasuk golongan
obat psikoaktif (psychoactive drugs), yaitu obat yang dapat memberikan
perubahan-perubahan pada fungsi mental (pikiran dan perasaan, kesadaran,
persepsi tingkah laku) dan fungsi motorik.
Zat
ini mempunyai potensi untuk menimbulkan ketergantungan, baik fisik maupun
secara psikis atau kedua-duanya.
Selain
zat mempunyai efek tertentu terhadap tubuh manusia dan salah satu efek yang
terdapat pada golongan psikoaktif dan Narkotika adalah kemampuannya untuk
menimbulkan ketergantungan, sehingga zat ini disebut zat yang dapat menimbulkan
ketergantungan (dependence producing drugs) yaitu antara lain:
a. Alkohol misalnya minuman keras.
b. Narkotika misalnya, morfin, heroin, dan Pethidine.
c. Kanabis misalnya Marjuana atau ganja.
Penekan
susunan syaraf pusat misalnya Mandrax, Rohypnol, Magadon, Nitrazepan, Sedatin
(pil BK/pil anjing).
Perangsang
susunan syaraf pusat misalnya Amfetamin, (yang pada akhir-akhir ini, dengan
dicampur dengan zat lain disebut sebagai Pil Ecstasy dan sebagainya).
Dari
uraian di atas jelaslah bahwa tindakan penyalahgunaan zat mempunyai kaitan yang
erat dengan masalah ketergantungan zat (drug dependence). Yang dimaksud dengan
ketergantungan zat adalah suatu kondisi yang memaksa seseorang menggunakan zat
tersebut dengan tujuan untuk mendapatkan kepuasan mental atau menghindari diri
dari penderitaan fisik dan mental (gejala ketagihan). Pada keadaan ini seseorang
tidak dapat menghentikan pemakaian zat tersebut dan ia dapat mengalami
ketergantungan pada satu macam zat saja atau lebih.
Penyembuhan
atau pengobatan ketergantungan zat merupakan suatu hal yang sulit, oleh karena
itu maka tindakan pencegahan merupakan upaya yang sangat penting.
Penyalahgunaan
zat (NAPZA) di Indonesia merupakan masalah yang mulai timbul sejak + 26 tahun
yang lalu. Masalah ini makin besar dan meluas sehingga pada akhirnya dinyatakan
sebagai masalah nasional yang dalam penanggulangannya perlu mendapatkan
perhatian dari semua pihak. Pada tahun 1971 terbentuk Badan yang disebut
BAKOLAK INPRES 6/1971.
Berdasarkan
penelitan dan pengamatan berbagai pihak didapatkan kesan bahwa mereka yang
menyalahgunakan zat kebanyakan tergolong dalam usia muda.
Mereka
merupakan kelompok yang mempunyai resiko tinggi (high risk). Masa remaja
merupakan suatu masa yang peka terhadap segala macam bentuk gangguan. Para
remaja membutuhkan bentuan dan perhatian orang tua dan guru atau pembimbingnya
dalam melewati masa ini dengan tenang dan wajar. Bantuan dan perhatian ini
dapat diberikan kalau kita mamahami porblems mereka dan mengetahui berbagai
faktor yang mungkin dapat menimbulkan porblem, khususnya yang menyangkut
masalah penyalahgunaan zat; yakni antara lain ilmu kesehatan jiwa.
3. Keadaan Khas Masa Remaja
Sebagai
peralihan dari masa anak menuju ke masa dewasa, masa remaja merupakan masa yang
penuh dengan kesulitan dan gejola, baik bagi remaja sendiri maupun bagi orang
tuanya. Seringkali karena ketidaktahuan dari orang tua mengenai keadaan masa
remaja tersebut ternyata mampu menimbulkan bentrokan dan kesalahpahaman antara
remaja dengan orang tua yakni dalam keluarga atau ramaja dengan lingkungannya.
Hal
tersebut di atas tentunya tidak membantu si remaja untuk melewati masa ini
dengan wajar, sehingga berakibat terjadinya berbagai macam gangguan tingkah
laku seperti penyalahgunaan zat, atau kenakalan remaja atau gangguan mental
lainnya. Orang tua seringkali dibuat bingung atau tidak berdaya dalam
menghadapi perkembangan anak remajanya dan ini menambah parahnya gangguan yang
diderita oleh anak remajanya.
Untuk
menghindari hal tersebut dan mampu menentukan sikap yang wajar dalam menghadapi
anak remaja, kita sekalian diharapkan memahami perkembangan remajanya beserta
ciri-ciri khas yang terdapat pada masa perkembangan tersebut. Dengan ini
diharapkan bahwa kita (yang telah dewasa) agar memahami atas
perubahan-perubahan yang terjadi pada diri anak dan remaja pada saat ia
mamasuki masa remajanya.
Begitu
pula dengan memahami dan membina anak/remaja agar menjadi individu yang sehat
dalam segi kejiwaan serta mencegah bentuk kenakalan remaja perlu memahami
proses tumbuh kembangnya dari anak sampai dewasa.
4. Beberapa Ciri Khas Masa Remaja adalah:
a.
Perubahan peranan
Perubahan
dari masa anak ke masa remaja membawa perubahan pada diri seorang individu.
Kalau pada masa anak ia berperanan sebagai seorang individu yang bertingkah
laku dan beraksi yang cenderung selalu bergantung dan dilingungi, maka pada
masa remaja ia diharapkan untuk mampu berdiri sendiri dan ia pun berkeinginan
mandiri.
Akan
tetapi sebenarnya ia masih membutuhkan perlindungan dan tempat bergantung dari
orang tuanya. Pertentangan antara keinginan untuk bersikap sebagai individu
yang mampu berdiri sendiri dengan keinginan untuk tetap bergantung dan
dilindungi, akan menimbulkan konflik pada diri remaja. Akibat konflik ini,
dalam diri remaja timbul kegelisahan dan kecemasan yang akan mewarnai sikap dan
tingkah lakunya. Ia menjadi mudah sekali tersinggung, marah, kecewa dan putus
asa.
b.
Daya fantasi yang berlebihan
Keterbatasan
kemampuan yang ada pada diri remaja menyebabkan ia tidak selalu mampu untuk
memenuhi berbagai macam dorongan kebutuhan dirinya.
c.
Ikatan kelompok yang kuat
Ketidakmampuan
remaja dalam menyalurkan segala keinginan dirinya menyebabkan timbulnya
dorongan yang kuat untuk berkelompok. Dalam kelompok, segala kekuatan dirinya
seolah-olah dihimpun sehingga menjadi sesuatu kekuatan yang besar. Remaja akan
merasa lebih aman dan terlindungi apabila ia berada di tengah-tengah
kelompoknya. Oleh karena itu ia berusaha keras untuk dapat diakui oleh
kelompoknya dengan cara menyamakan dirinya dengan segala sesuatu yang ada dalam
kelompoknya. Rasa setia kawan terjalin dengan erat dan kadang-kadang menjurus
ke arah tindak yang membabi buta.
d.
Krisis identitas
Tujuan
akhir dari suatu perkembangan remaja adalah terbentuknya identitas diri. Dengan
terbentuknya identitas diri, seorang individu sudah dapat memberi jawaban
terhadap pertanyaan: siapakah, apakah saya mampu dan dimanakah tempat saya
berperan.
Ia
telah dapat memahami dirinya sendiri, kemampuan dan kelamahan dirinya serta
peranan dirinya dalam lingkungannya. Sebelum identitas diri terbentuk, pada
umumnya akan terjadi suatu krisis identitas. Setiap remaja harus mampu melewati
krisisnya dan menemukan jatidirinya.
5. Berbagai Motivasi Dalam Penyalahgunaan Obat
Motivasi
dalam penyalahgunaan zat dan narkotika ternyata menyangkut motivasi yang
berhubungan dengan keadaan individu (motivasi individual) yang mengenai aspek
fisik, emosional, mental-intelektual dan interpersonal.
Di
samping adanya motivasi individu yang menimbulkan suatu tindakan penyalahgunaan
zat, masih ada faktor lain yang mempunyai hubungan erat dengan kondisi
penyalahgunaan zat yaitu faktor sosiokultural seperti di bawah ini; dan ini
merupakan suasana hati menekan yang mendalam dalam diri remaja; antara lain:
a.
Perpecahan unit keluarga misalnya perceraian, keluarga yang berpindah-pindah, orang tua
yang tidak ada/jarang di rumah dan sebagainya.
b.
Pengaruh media massa misalnya iklan mengenai obat-obatan dan zat.
c.
Perubahan teknologi yang
cepat. Kaburnya nilai-nilai dan sistem agama serta mencairnya standar
moral; (hal ini berarti perlu pembinaan Budi Pekerti - Akhlaq)
d.
Meningkatnya waktu menganggur. Ketidakseimbangan keadaan ekonomi misalnya kemiskinan,
perbedaan ekonomi etno-rasial, kemewahan yang membosankan dan sebagainya.
e.
Menjadi manusia untuk orang
lain.
Adanya
faktor-faktor sosial kultural seperti yang dikemukakan di atas akan
mempengaruhi kehidupan manusia dan dapat menimbulkan motivasi tertentu untuk
mamakai zat. Pengaruh ini akan terasa lebih jelas pada golongan usia remaja,
karena ditinjau dari sudut perkembangan, remaja merupakan individu yang sangat
peka terhadap berbagai pengaruh, baik dari dalam diri maupun dari luar dirinya
atau lingkungan.
B. UPAYA PENCEGAHAN MASALAH PENYALAHGUNAAN ZAT
Karakteristik
psikogis yang khas pada remaja merupakan faktor yang memudahkan terjadinya
tindakan penyalahgunaan zat. Namun demikian, untuk terjadinya hal tersebut
masih ada faktor lain yang memainkan peranan penting yaitu faktor lingkungan si
pemakai zat. Faktor lingkungan tersebut memberikan pengaruh pada remaja dan
mencetuskan timbulnya motivasi untuk menyalahgunakan zat. Dengan kata lain,
timbulnya masalah penyalahgunaan zat dicetuskan oleh adanya interaksi antara
pengaruh lingkungan dan kondisi psikologis remaja.
Di
dalam upaya pencegahan, tindakan yang dijalankan dapat diarahkan pada dua
sasaran proses. Pertama diarahkan pada upaya untuk menghindarkan remaja dari
lingkungan yang tidak baik dan diarahkan ke suatu lingkungan yang lebih
membantu proses perkembangan jiwa remaja. Upaya kedua adalah membantu remaja
dalam mengembangkan dirinya dengan baik dan mencapai tujuan yang diharapkan
(suatu proses pendampingan kepada si remaja, selain: pengaruh lingkungan
pergaulan di luar selain rumah dan sekolah).
Jadi
remaja sebenarnya berada dalam 3 (tiga) pengaruh yang sama kuat, yakni sekolah
(guru), lingkungan pergaulan dan rumah (orang tua dan keluarga); serta ada 2
buah proses yakni menghindar dari lingkungan luar yang jelek, dan proses dalam
diri si remaja untuk mandiri dan menemukan jatidirinya.
Dalam
rangka membimbing dan mengarahkan perkembangan remaja, bidang yang menjadi
pusat perhatian adalah:
1. Sikap dan tingkah laku.
2. Emosional
3. Mental - intelektual
4. Sosial
5. Pembentukan identitas diri.
Tindakan
apa yang harus dan dapat dilakukan, secara garis besar akan diuraikan di bawah
ini:
6. Sikap dan tingkah laku
Tujuan
dari suatu perkembangan remaja secara umum adalah merubah sikap dan tingkah
lakunya, dari cara yang kekanak-kanakan menjadi cara yang lebih dewasa. Sikap
kekanak-kanakan seperti mementingkan diri sendiri (egosentrik), selalu
menggantungkan diri pada orang lain, menginginkan pemuasan segera, dan tidak
mampu mengontrol perbuatannya, harus diubah menjadi mampu memperhatikan orang
lain, berdiri sendiri, menyesuaikan keinginan dengan kenyataan yang ada dan
mengontrol perbuatannya sehingga tidak merugikan diri sendiri dan orang lain.
Untuk
itu dibutuhkan perhatian dan bimbingan dari pihak orang tua. Orang tua harus
mampu untuk memberi perhatian, memberikan kesempatan untuk remaja mencoba
kemampuannya. Berikan penghargaan dan hindarkan kritik dan celaan.
7. Emosional
Untuk
mendapatkan kebebasan emosional, remaja mencoba merenggangkan hubungan
emosionalnya dengan orang tua; ia harus dilatih dan belajar untuk memilih dan
menentukan keputusannya sendiri. Usaha ini biasanya disertai tingkah laku
memberontak atau membangkang. Dalam hal ini diharapkan pengertian orang tua
untuk tidak melakukan tindakan yang bersifat menindas, akan tetapi berusaha
membimbingnya secara bertahap. Udahakan jangan menciptakan suasana lingkungan
yang lain, yang kadang-kadang menjerumuskannya. Anak menjadi nakal, pemberontak
dan malah mempergunakan narkotika (menyalahgunakan obat).
8. Mental - intelektual
Dalam
perkembangannya mental - intelektual diharapkan remaja dapat menerima
emosionalnya dengan memahami mengenai kelebihan dan kekurangan dirinya. Dengan
begitu ia dapat membedakan antara cita-cita dan angan-angan dengan kenyataan
sesungguhnya.
Pada
mulanya daya pikir remaja banyak dipengaruhi oleh fantasi, sejalan dengan
meningkatnya kemampuan berpikir secara abstrak. Pikiran yang abstrak ini
seringkali tidak sesuai dengan kenyataan yang ada dan dapat menimbulkan kekecewaan
dan keputusasaan. Untuk mengatasi hal ini dibutuhkan bantuan orang tua dalam
menumbuhkan pemahaman diri tentang kemampuan yang dimilikinya berdasarkan
kemampuan yang dimilikinya tersebut. Jangan membebani remaja dengan berbagai
macam harapan dan angan-angan yang kemungkinan sulit untuk dicapai.
9. Sosial
Untuk
mencapai tujuan perkembangan, remaja harus belajar bergaul dengan semua orang,
baik teman sebaya atau tidak sebaya, maupun yang sejenis atau berlainan jenis.
Adanya hambatan dalam hal ini dapat menyebabkan ia memilih satu lingkungan
pergaulan saja misalnya suatu kelompok tertentu dan ini dapat menjurus ke
tindakan penyalahgunaan zat. Sebagaimana kita ketahui bahwa ciri khas remaja
adalah adanya ikatan yang erat dengan kelompoknya.
Hal
ini menimbulkan ide, bagaimana caranya agar remaja memiliki sifat dan sikap
serta rasa (Citra: disiplin dan loyalitas terhadap teman, orang tua dan
cita-citanya. Selain itu juga kita sebagai orang tua dan guru, harus mampu
menumbuhkan suatu Budi Pekerti/Akhlaq yang luhur dan mulia; suatu keberanian
untuk berbuat yang mulia dan menolong orang lain dan menjadi teladan yang baik.
10. Pembentukan identitas diri
Akhir
daripada suatu perkembangan remaja adalah pembentukan identitas diri. Pada saat
ini segala norma dan nilai sebelumnya merupakan sesuatu yang datang dari luar
dirinya dan harus dipatuhi agar tidak mendapat hukuman, berubah menjadi suatu
bagian dari dirinya dan merupakan pegangan atau falsafah hidup yang menjadi
pengendali bagi dirinya. Untuk mendapatkan nilai dan norma tersebut diperlukan
tokoh identifikasi yang menurut penilaian remaja cukup di dalam kehidupannya.
Orang tua memegang peranan penting dalam preoses identifikasi ini, karena
mereka dapat membantu remajanya dengan menjelaskan secara lebih mendalam mengenai
peranan agama dlam kehidupan dewasa, sehingga penyadaran ini memberikan arti
yang baru pada keyakinan agama yang telah diperolehnya. Untuk dapat menjadi
tokoh identifikasi, tokoh tersebut harus menjadi kebanggaan bagi remaja. Tokoh
yang dibanggakan itu dapat saja berupa orang tua sendiri atau tokoh lain dalam
masyarakat, baik yang masih ada maupun yang hanya berasal dari sejarah atau
cerita.
Sebagai
ikhtisar dari apa yang dapat dilakukan orang tua dan guru dalam upaya
pencegahan, dapat dikemukakan sebagai berikut:
k.
Memahami sikap dan tingkah
laku remaja dan menghadapinya dengan penuh kasih sayang dan kesabaran.
l.
Memberikan perhatian yang
cukup baik dalam segi material, emosional, intelektual, dan sosial.
m.
Memberikan kebebasan dan
keteraturan serta secara bersamaan pengarahan terhadap sikap, perasaan dan
pendapat remaja.
n.
Menciptakan suasana rumah
tangga/keluarga yang harmonis, intim, dan penuh kehangatan bagi remaja.
o.
Memberikan penghargaan yang
layak terhadap pendapat dan prestasi yang baik.
p.
Memberikan teladan yang baik
kepada remaja tentang apa yang baik bagi remaja.
q.
Tidak mengharapkan remaja
melakukan sesuatu yang ia tidak mampu atau orang tua tidak melaksanakannya
(panutan dan keteladanan).
Apa
yang dikemukakan di atas hanyalah merupakan petikan secara umum dan dalam
penerapannya harus disesuaikan dengan kondisi yang ada pada diri remaja maupun
orang tua dan guru. Dengan begitu maka setiap orang tua dan guru harus mampu
untuk menafsirkan apa yang dimaksud dan menerapkannya sesuai dengan apa yang
diharapkan.
Yang
paling penting adalah pengenalan diri sendiri dari pihak orang tua sebelum
mereka mengharapkan remajanya mengenal dirinya. Dengan kata lain, apa yang
diharapkan dari remaja harus dapat dilaksanakan terlebih dahulu oleh orang tua
dan guru.
Oleh: Dr. Murcuanto Diwanto
(psikiater)
No comments:
Post a Comment